KAIDAH-KAIDAH ILMU HADITS
Al-Hadits menurut istilah bahasa artinya ialah lawan kata dari kuno, yakni
baru. Sedangkan menurut istilah, ilmu Hadits ditinjau dari segi periwayatannya ialah ilmu yang mengandung semua nukilan yang bersumber dari Nabi
Saw. berupa sabda, perbuatan, pengakuan, sifat-sifat akhlak, dan pribadinya.
Subyek hadits ialah diri Nabi Saw. dari segi sabda, perbuatan, dan
pengakuannya.
Keutamaannya, ilmu ini termasuk ilmu yang paling mulia karena
dapat mengantarkan untuk menafsirkan Al-Qur'an dan tata cara mengikuti
jejak Nabi Saw.
Tujuannya ialah memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Predikatnya, termasuk ilmu syariat sesudah Al-Qur'an.
Nama ilmu ini ialah ilmu Hadits riwayat.
Hukum mempelajarinya wajib 'ain bagi orang yang menyendiri, wajib kifayah bila berbilang (yakni ada orang lain yang mempelajarinya).
Ilmu ini bersumber dari Nabi Saw. melalui perkataan, perbuatan dan
ketetapannya. Ketetapan Nabi Saw. ialah semua perbuatan yang dilakukan di hadapan Nabi Saw., diakui dan tidak diingkarinya, atau suatu perbuatan yang dilakukan tanpa kehadiran beliau, lalu ketika hal itu disampaikan kepadanya, beliau tidak mengingkarinya sekalipun berkuasa untuk mengingkarinya.
Keutamaan ilmu ini sangat besar. Imam Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits berikut sanadnya melalui Abdullôh ibnu Mas'ud r.a., bahwa
Rasulullah Saw. bersabda:
نَضَّرَ اللّٰهُ إِمْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِيْ فَوَعَاهَا فَأَدَّاهَا كَمَاسَمِعَهَا.
"Semoga Allôh menyinari orang yang mendengar ucapanku, lalu ia
menghafalnya dan menyampaikannya (kepada orang lain) seperti apa
yang ia dengar."
TADWIN (MENGHIMPUN) HADITS DAN PENJELASAN MENGENAI JALUR-JALURNYA
Orang yang mula-mula men-tadwin Hadits ialah Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz setelah mendapat instruksi darinya, jelasnya setelah seratus tahun wafatnya Rasulullôh SAW.
Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz adalah seorang Mujaddid (Pembaharu) umat ini (umat Islam ) mengenai urusan agama pada penghujung abad pertama. Ia memerintahkan para pengikutnya yang menekuni Hadits agar menghimpun semua Hadits. Seandainya tidak ada usaha ini, niscaya banyak Hadits yang hilang. Ia pun telah berkirim surat ke seluruh kota besar dan seluruh kawasan agar para ulama meneliti semua Hadits yang ada, lalu menghimpunnya karena dikhawatirkan akan hilang. Ia pernah berkirim surat pula kepada Abu Bakar ibnu Hazm, seperti yang disebutkan di dalam kitab Shahih Bukhari (untuk tujuan men-tadwin Hadits).
Ulama yang mula-mula menghimpun Hadits ialah Ar-Rabi' ibnu Shabih dan Sa'id ibnu Abu 'Arubah. Kemudian Imam Malik menulis kitab Al-Muwaththa'. Di dalam kitabnya itu Imam Malik bertujuan memperkuat Hadits-Haditsnya dengan Hadits-Hadits yang ada pada Ulama ahli Hijaz, lalu mengacunya dengan pendapat para Sahabat, para Tabi'in, dan fatwa-fatwa mereka.
Ibnu Juraij di Mekkah menulis Hadits pula, Abdur Rahman Al-Auza'iy, menghimpunnya di negeri Syam, Sufyan Ats-Tsauri di Kufah, Hammad ibnu Sulamah di Basrah, Hasyim di Wasith, Mu'ammar di Yaman, Ibnul
Mubarak di Khurrasan, dan Jarir ibnu Abdul Hamid di Rayyi.
Kemudian ada sebagian imam yang men-tadwin Hadits Rasul secara
khusus, berbeda dengan yang lainnya; antara lain ialah yang dilakukan oleh Musaddad Al-Bashri, ia menulis kitab Musnad; dan Na'im ibnu Hammad, menulis kitab Musnad pula.
Di antara mereka ada yang menyusunnya berdasarkan sanad-sanadnya. Untuk itu, Imam Ahmad menulis kitab Musnadnya.
Ada yang menyusunnya berdasarkan bab, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar ibnu Abi Syaibah. Ada pula yang menyusunnya menurut hukum-hukum fiqih.
Orang yang membidangi dan menekuni hal ini antara lain ada yang terikat dengan yang Shahih, seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim. Diantara mereka ada yang tidak mau terikat dengannya, seperti yang dilakukan oleh keempat ahli Hadits lain dari Sittah; mereka adalah Abu Daud, Turmudzi, Nasai, dan Ibnu Majah.
Ada yang membatasi diri dengan Hadits yang mengandung Targhib dan Tarhib, seperti yang telah dilakukan oleh Imam Zakiyuddin Abdul Adhîm Al-Mundziri di dalam kitabnya At Targhib Wat Tarhib.
Ada pula yang membuang sanadnya dan hanya menyebut matan (materi) Haditsnya, seperti yang dilakukan oleh Imam Baghawi didalam kitabnya Al-Mashôbih.
KEUTAMAAN TADWIN DAN JAWABAN TERHADAP LARANGAN MENGENAINYA
Ijma' Fi'li telah sepakat menganjurkan agar Sunnah di-tadwin-kan, yakni
menulis Hadits merupakan hal yang diakui oleh Syariat; sebab seandainya
tidak ada pen-tadwin-an Hadits, niscaya Hadits akan punah di masa-masa
sekarang ini. Adapun mengenai riwayat yang melarang menulis Sunnah
dan men-tadwin-nya, hal ini hanya terjadi pada masa permulaan Islam
karena tiga faktor.
Pertama, dikhawatirkan Sunnah akan bercampur aduk dengan Al-Qur'an bagi kalangan kaum yang masih baru masuk Islam.
Kedua, dikhawatirkan hanya mengandalkan kepada tulisan hingga
hafalan dan pendalaman diabaikan begitu saja.
Ketiga, dikhawatirkan pen-tadwin-an Hadits ini akan mengakibatkan
kalangan awam hanya mengandalkan kepadanya.
Pada akhirnya Nabi SAW sendiri bersabda:
اُكْتُبُوْا لِأَبِيْ شَاةَ
Tulislah oleh kalian dari Abu Syaah (salah satu nama julukan Nabi
SAW).
Hal ini diperintahkan oleh Nabi SAW, ketika beliau melihat bahwa hambatan-hambatan tersebut telah tiada.
Pen-tadwin-an dimulai dari permulaan abad kedua dan baru rampung
pada abad ketiga. Dalam men-tadwin Hadits ini para Imam mempunyai
banyak jalur periwayatan, seperti yang telah kami isyaratkan sebelumnya. Seandainya tidak ada mereka yang men-tadwin Hadits, niscaya akan
punahlah Syi'ar agama. Semoga Allôh SWT. memberikan pahala yang sebaik-baiknya kepada mereka atas jasa mereka terhadap Islam.
PENJELASAN MENGENAI ISTILAH-ISTILAH ILMU HADITS
Perlu diketahui bahwa dimaksud dengan istilah Shahihain ialah Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim. Setiap Hadits yang diketengahkan oleh keduanya secara bersama-sama melalui seorang sahabat disebut muttafaq 'alaih.
Mengenai istilah Ushuulus Sittah, atau dikenal dengan Sittah, mereka adalah Shahihain (Bukhari Muslim), Abu Daud, Turmudzi, Nasai, dan ibnu Majah. Mulai dari Abu Daud hingga Ibnu Majah dikenal dengan istilah Arba'ah, masing-masing memiliki kitab Sunan. Tetapi ada sebagian ulama yang tidak memasukkan Ibnu Majah ke dalam Arba'ah dan meng-
gantinya dengan Muwaththa'atau dengan Musnad Ad-Darimi.
SAB'AH, terdiri atas 1.Imam Ahmad, 2.Imam Bukhari, 3.Imam Muslim, 4.Imam Abu Daud, 5.Imam Turmudzi, 6.Imam Nasai, dan 7.Imam Ibnu Majah,
SITTAH, terdiri atas 1.Imam Bukhari, 2.Imam Muslim, 3.Imam Abu Daud, 4.Imam Turmudzi, 5.Imam Nasai, dan 6.Imam Ibnu Majah,
KHAMSAH, 1.Imam Ahmad, 2.Imam Abu Daud, 3.Imam Turmudzi, 4.Imam
Nasai, dan 5.Imam Ibnu Majah.
ARBA'AH, terdiri atas 1.Imam Abu Daud, 2.Imam Turmudzi, 3.Imam Nasai,
dan 4.Imam Ibnu Majah.
TSALATSAH, terdiri dari 1.Imam Abu Daud, 2.Imam Turmudzi, dan 3.Imam
Nasai.
MUTTAFAQ 'ALAIH, hanya terdiri atas Imam Bukhari dan Imam Muslim.
ISTILAH-ISTILAH HADITS
Matan, materi hadis yang berakhir dengan sanad.
Sanad, mereka adalah perawi yang menyampaikan kepada matan.
Isnad, rentetan sanad hingga sampai ke matan. Contohnya ialah:
"Dari Muhammad ibnu Ibrahim, dari Alqamah ibnu Waqqash, dari Umar
ibnul Khaththab, bahwa Nabi SAW pemah bersabda:
إنما الأعمال بالنيات
Sesungguhnya semua amal perbuatan itu berdasarkan niat masing-masing Sabda Nabi Saw. yang mengatakan “Sesungguhnya semua amal perbuatan
itu berdasarkan niat masing-masing” disebut matan, sedangkan diri para
perawi disebut sanad, dan mengisahkan sanad dinamakan isnad.
Musnad, Hadits yang isnadnya berhubungan mulai dari permulaan
hingga akhir, dan kitab yang menghimpun Hadits-Hadits setiap Perawi secara tersendiri, seperti kitab Musnad Imam Ahmad.
Musnid, orang yang meriwayatkan Hadits berikut isnadnya.
Al-Muhaddits, orang yang ahli dalam Hadits dan menekuninya secara riwayat dan secara dirayah (pengetahuan).
Al-Haafidh, orang yang hafal seratus ribu buah hadis, baik secara ma-
tan maupun isnad.
Al-Hujjah, orang yang menguasai tiga ratus ribu hadis.
Al-Haakim, orang yang menguasai sunnah, tetapi tidak memfatwakannya melainkan hanya sedikit.
Pembagian Hadits
Hadits bila ditinjau dari segi thuruq (jalur periwayatannya) terbagi menjadi
Mutawatir dan Ahad.
Hadits Mutawatir ialah Hadits yang memenuhi empat buah syarat, yaitu:
1. Diriwayatkan oleh segolongan orang yang banyak jumlahnya.
2. Menurut kebiasaan, mustahil mereka sepakat dalam kedustaan.
3. Mereka meriwayatkannya melalui orang yang semisal mulai dari permulaan hingga akhir.
4. Hendaknya musnad terakhir dari para perawi berpredikat Hasan (baik).
Hadits Mutawatir dapat memberikan faedah Ilmu yang bersifat dharuri,
atau dengan kata lain Ilmu yang tidak dapat ditolak lagi kebenarannya.
Contoh Hadits Mutawatir ialah Hadits yang mengatakan:
من كذب عليّ متعمدا فليتبوّأ مقعده من النار .
Sesiapa yang berdusta kepadaku dengan sengaja, maka hendaklah ia bersiap-siap menempati kedudukannya di dalam neraka.
Hadits Ahad ialah Hadits yang didalamnya terdapat cacat pada salah satu syarat mutawatir-nya. Hadits Ahad dapat memberikan faedah yang
bersifat dhan, dan adakalanya dapat memberikan ilmu yang bersifat nadhari (teori) apabila dibarengi dengan bukti yang menunjukkan kepadanya.
Pembagian Hadits Ahad ada tiga, yaitu Shahih, Hasan, Dla'if.
Hadits Shahih ialah Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil,
memiliki hafalan yang sempurna, sanadnya muttashil (berhubungan dengan yang lainnya) serta tidak mu'allal (tercela), dan tidak pula syadz
(menyendiri).
Istilah adil yang dimaksud ialah adil riwayatnya, yakni seorang Muslim
yang telah aqil balig, bertakwa, dan menjauhi semua dosa besar. Pengertian adil ini mencakup laki-laki, wanita, orang merdeka, dan budak belian.
Istilah dlabth ialah hafalan. Dlabth ada dua macam, yaitu dlabth shadr, maksudnya orang yang bersangkutan hafal semua hadis yang diriwayatkannya di luar kepala dengan baik; dan dlabth kitab, yaitu orang yang bersangkutan memelihara pokok Hadits yang ia terima dari perubahan-perubahan (atau dengan kata lain teks book).
Mu'allal ialah Hadits yang dimasuki oleh suatu 'illat (cela) yang tersembunyi hingga mengharuskannya di-mauquf-kan (diteliti lebih mendalam).
Syadz ialah Hadits orang yang tsiqah (orang yang dipercaya)nya berbeda dengan orang yang lebih tsigah darinya.
Hadits Hasan ialah Hadits yang diriwayatkan oleh orang adil, hafalannya kurang sempurna, tetapi sanadnya muttashil, tidak mu'allal, dan tidak pula syadz, dan apabila Hadits Hasan ini kuat karena didukung oleh satu jalur atau dua jalur periwayatan lainnya, maka predikatnya menjadi naik, yaitu menjadi shahih lighairihi.
Hadits dla'if ialah Hadits yang peringkatnya di bawah Hadits hasan, dengan pengertian karena di dalamnya terdapat cela pada salah satu syarat
hasan, dsn apabila Hadis dla'if menjadi kuat karena didukung oleh jalur
periwayatan yang lain, atau oleh sanad yang lain, maka predikatnya naik
menjadi Hasan lighairihi.
Shahih dan hasan dapat diterima, sedangkan dla'if ditolak. Maka ia
tidak dapat dijadikan sebagai hujah kecuali dalam masalah keutamaan
beramal, tetapi dengan syarat hendaknya predikat dla'ifnya tidak terlalu parah dan subyek yang diketengahkan masih termasuk ke dalam pokok syariat, dan hendaknya tidak berkeyakinan ketika mengamalkannya sebagai hal yang telah ditetapkan, melainkan tujuan dari pengamalannya hanyalah untuk bersikap hati-hati dalam beramal.
Hadits bila ditinjau dari perawinya terbagi menjadi masyhur, 'aziz, dan
gharib.
Hadits Masyhur ialah Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tetapi masih belum memenuhi syarat mutawatir. Terkadang diucapkan
pula karena Hadits yang telah terkenal hingga menjadi buah bibir sekalipun
hal itu maudlu' (buatan).
Hadits 'aziz ialah Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi saja, sekalipun masih dalam satu thabaqah (tingkatan). Sesungguhnya jumlah perawi yang sedikit pada mayoritasnya dapat dijadikan pegangan dalam bidang ilmu ini.
Hadis gharib ialah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi,
sekalipun dalam salah satu thabaqah. Hadits gharib terbagi menjadi dua
macam, yaitu: Gharib muthlaq, Hadits yang menyendiri dalam pokok sanadnya; dan gharib nisbi, Hadits yang menyendiri pada sanad selanjutnya.
Hadits terbagi pula menjadi dua bagian lainnya, yaitu maqbul dan mardud.
Hadits maqbul ialah Hadits yang dapat dijadikan sebagai hujah. Yang demikian itu ialah Hadits yang di dalamnya terpenuhi syarat-syarat Hadits Shahih atau Hadits Hasan.
Hadits maqbul terbagi menjadi empat bagian, yaitu Shahih lidzatihi, Shahih lighairihi, Hasan lidzatihi, dan Hasan lighairihi
Shahih lidzatihi ialah Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sempurna hafalannya, muttashil sanadnya, tidak mu'allal, dan tidak pula
syadz, Shahih Lidzatihi ini berbeda-beda peringkatnya menurut perbedaan sifat yang telah disebutkan tadi.
Shahih Lighairihi ialah Hadits yang paling sedikit, mengandung sebagian dari sifat yang ada pada Hadis Maqbul, tetapi dapat ditemukan hal-hal yang dapat menyempurnakan kekurangannya itu, misalnya ada Hadits yang sama diriwayatkan melalui satu atau banyak jalur lainnya.
Hasan Lidzatihi, Hadits yang dinukil oleh seorang yang adil, ringan hafalannya (kurang sempurna), muttashil sanadnya, melalui orang yang semisal dengannya, hanya tidak mu'allal dan tidak pula syadz.
Hasan lighairihi, Hadits yang masih ditangguhkan penerimaannya, tetapi telah ditemukan di dalamnya hal-hal yang menguatkan segi penerimaannya. Contohnya Hadits yang didalam sanadnya terdapat orang yang keadaannya masih belum diketahui atau orang yang buruk hafalannya.
Hadits Maqbul pun terbagi pula menjadi Muhkam, Mukhtalaful Hadits, Nasikh, dan Rajih.
Muhkam, Hadits yang tidak ada Hadits lain yang menentangnya.
Mukhtalaf, Hadits yang didapatkan ada Hadits lain yang menentangnya, tetapi keduanya masih dapat digabungkan.
Nasikh, Hadits yang datang kemudian, isinya menentang Hadits yang semisal.
Rajih, Hadits yang dapat diterima, kandungannya menentang Hadits
yang semisal yang mendahuluinya karena adanya penyebab yang mengharuskan demikian, sedangkan menggabungkan di antara keduanya tidak mungkin. Lawan dari rajih ialah marjuh.
Adapun Hadits Mardud ialah Hadits yang di dalamnya tidak terpenuhi syarat-syarat Shahih, dan tidak pula syarat-syarat Hasan. Hadits mardud ini tidak dapat dijadikan sebagai hujah. Ia terbagi menjadi dua bagian, yaitu mardud karena adanya keguguran dalam isnad (sanad)nya; dan mardud karena cela (cacat) pada diri para perawinya.
Hadits mardud karena keguguran pada sanadnya terbagi menjadi lima macam, yaitu 1.Mu'allaq, 2.Mursal, 3.Mu'adldlal, 4.Munqathi', dan 5.Mudallas.
Mu'allaq, Hadits yang dari awal sanadnya gugur seorang perawi. Yang termasuk ke dalam Hadits mu'allaq ialah Hadits yang semua sanadnya di buang.
Mursal, Hadits yang dinisbatkan oleh seorang tabiin kepada Nabi SAW.
Mu'adldlal, Hadits yang gugur darinya dua orang perawi secara berturut-turut.
Mungathi' Hadits yang gugur darinya seorang atau dua orang perawi, tetapi tidak berturut-turut.
Mudallas, Hadits yang terdapat keguguran di dalamnya, tetapi tersembunyi, sedangkan ungkapan periwayatannya memakai istilah 'an (dari). Contohnya, umpamanya ia menggugurkan nama gurunya, lalu ia menukil dari orang yang lebih atas daripada gurunya dengan memakai ungkapan yang memberikan pengertian kepada si pendengar bahwa hal itu dinukilnya secara langsung; contoh ini dinamakan mudallas isnad. Adakalanya nama gurunya tidak digugurkan, tetapi gurunya itu digambarkan dengan sifat yang tidak dikenal; contoh seperti ini dinamakan mudallas syuyukh. Adakalanya ia menggugurkan seorang perawi dla'if di antara dua orang perawi yang tsiqah (terpercaya), contoh ini dinamakan mudallas taswiyah.
Hadits mardud karena adanya cela terbagi menjadi empat macam, yaitu: 1. Maudlu' 2. Matruk, 3. Munkar, dan 4. Mu'allal.
Maudlu' ialah Hadits yang perawinya dusta mengenainya.
Matruk ialah Hadits yang celanya disebabkan perawi dicurigai sebagai
orang yang dusta.
Munkar, Hadits yang celanya karena kebodohan si perawinya atau karena kefasikannya.
Mu'allal, Hadits yang celanya disebabkan oleh aib yang tersembunyi, tetapi lahiriahnya selamat, tidak tampak aib.
Termasuk ke dalam kategori tercela ialah yang disebabkan idraj atau kemasukan. Jenis ini ada dua macam, yaitu 1.mudraj matan 2.mudraj isnad.
Mudraj matan ialah Hadits yang di dalamnya ditambahkan sebagian dari lafadh perawi, baik pada permulaan, tengah-tengah, atau bagian akhirnya. Adakalanya untuk menafsirkan lafadh yang gharib (sulit), seperti yatahannatsu, yata'abbadu
Mudroj Isnad Hadits yang didalamnya ditambahkan isnadnya, seperti menghimpun beberapa sanad dalam satu sanad tanpa penjelasan.
Termasuk ke dalam pengertian tha'n (cacat) ialah qalb yaitu Hadits
yang maglub atau terbalik karena seorang perawi bertentangan dengan perawi lain yang lebih kuat darinya karena mendahulukan atau mengakhirkan sanad atau matan.
Termasuk pula ke dalam pengertian tha'n yaitu idlthirab, yakni Hadits
yang mudltharib, yaitu Hadits yang perawinya bertentangan dengan perawi lain yang lebih kuat darinya dalam sanad atau matan, atau dalam kedua-duanya, padahal tidak ada murajjih (yang menentukan mana yang lebih kuat di antara keduanya), sedangkan menggabungkan keduanya merupakan hal yang tidak dapat dilakukan.
Termasuk ke dalam pengertian tha'n ialah tash-hif yakni Hadits Mushahhaf, dan atahrif yaitu Hadits Muharraf. Hadis Mushahhaf ialah cela yang ada padanya disebabkan seorang perawi bertentangan dengan perawi lainnya yang lebih kuat dalam hal titik. Jika pertentangan itu dalam hal harakat, maka dinamakan Hadits Muharraf.
Termasuk ke dalam pengertian tha'n ialah Jahalah, juga disebutkan Ibham (misteri), Bid'ah, Syudzudz, dan Ikhtilath.
Mubham ialah Hadis yang di dalamnya ada seorang perawi atau lebih, tidak disebutkan namanya.
Hadits Mubtadi' jika bid'ahnya mendatangkan kekufuran, maka
perawinya tidak dapat diterima. Jika bid'ahnya menimbulkan kefasikan,
sedangkan perawinya orang yang adil dan tidak menyeru kepada bid'ah
tersebut, maka Haditsnya dapat diterima.
Syadz ialah Hadits yang seorang perawi Tsiqahnya bertentangan dengan perawi yang lebih Tsiqah darinya. Lawan kata Hadits Syadz ialah Hadits Mahfudh, yaitu Hadits yang seorang perawi Tsiqahnya bertentangan dengan Hadits perawi lainnya yang Tsiqahnya, masih berada di bawah dia.
Mukhtalath ialah Hadits yang perawinya terkena penyakit buruk hafalan disebabkan otaknya terganggu, misalnya akibat pengaruh usia yang telah lanjut (pikun). Hukum hadisnya dapat diterima sebelum akalnya terganggu oleh buruk hafalan, sedangkan sesudah terganggu tidak dapat diterima. Jika tidak dapat dibedakan antara zaman sebelum terganggu dan zaman sesudahnya, maka semuanya ditolak.
Hadits bila dipandang dari segi matan dan sanad terbagi menjadi Marfu' Mauquf, Maqthu', Al-muthlaq, ‘An-nasab, dan Nazil.
Marfu' ialah Hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik secara terang-terangan ataupun secara hukum.
Mauquf ialah Hadits yang sanadnya terhenti sampai kepada seorang
sahabat tanpa adanya tanda-tanda yang menunjukkan marfu' baik secara ucapan maupun perbuatan.
Maqthu' ialah Hadits yang isnad (sanad)nya terhenti sampai kepada
seorang Tabi'in.
"Al-Muthlaq ialah Hadits yang bilangan perawinya sedikit bila dibandingkan dengan sanad lainnya, dan sanadnya sampai kepada Nabi SAW.
Lawan kata Hadits Al-muthlaq ialah Hadits Nazil Muthlag.
An-Nasabi ialah Hadis yang perawinya sedikit bila dibandingkan dengan Sanad lainnya dan berakhir sampai kepada seorang imam yang terkenal, seperti Imam Malik, Imam Syafii, Imam Bukhari, dan Imam Muslim. Lawannya ialah Hadits Nazil Nasabi, tetapi Hadits “An-Nasabi lebih dekat ke Shahih karena kekeliruannya sedikit, lain halnya dengan Hadits Nazil Nasabi. Hadits ini tidak disukai kecuali karena keistimewaan khusus yang ada padanya.
Berbagai macam jenis riwayat
Riwayat mempunyai berbagai jenis, yaitu riwayat Aqran, riwayat akabir 'an ashaghir, riwayat ashaghir 'an akabir, musalsal, muttafiq dan muftariq, mu'talif dan mukhtalif, mutasyabih, muhmal, serta sabiq dan lahiq
Riwayat Aqran ialah riwayat yang dilakukan oleh salah seorang perawi
di antara dua perawi yang berteman dari perawi lainnya. Dua orang teman
ialah teman yang berdekatan umur atau isnad-nya atau dalam kedua-duanya.
Berdekatan dalam hal isnad artinya berdekatan dalam berteman dan mengambil dari guru. Riwayat aqran ini terbagi pada:
Mudabbaj, yaitu riwayat dari masing-masing dua perawi yang berteman lagi sama umur dan isnad-nya, dari perawi lainnya.
Ghairu Mudabbaj, yaitu riwayat dari salah seorang dua perawi yang
berteman, sedangkan keduanya sama dalam hal umur dan isnad-nya.
Riwayat akabir 'an ashaghir ialah seseorang meriwayatkan suatu
Hadits dari orang yang lebih rendah darinya dalam hal umur atau dalam
bersua (berteman). Termasuk ke dalam pengertian ini ialah riwayat para
orang tua dari anak-anaknya, dan riwayat para sahabat dari para tabi'in.
Jenis ini jarang didapat. Kebalikannya memang banyak, yaitu riwayat
ashaghir 'an akabir atau riwayat yang dilakukan oleh anak dari orang tua-
nya atau tabi'in dari sahabat. Jenis ini banyak didapat.
Musalsal ialah Hadits yang para perawinya sepakat terhadap kondisi qauli atau fi'li, seperti lafadh haddatsani, dan contoh lainnya ialah an-ba-ani, demikian seterusnya.
Muttafaq dan muftaraq ialah Hadits yang semua nama perawinya telah disepakati secara lafadh dan tulisan, tetapi madlul atau pengertiannya berbeda-beda.
Mu'talaf dan mukhtalaf, Hadits yang sebagian nama perawinya disepakati secara tulisan, tetapi secara ucapan berbeda, seperti lafaz Zabir dan Zubair.
Mutasyabih ialah Hadits yang nama sebagian perawinya disepakati, tetapi nama orang tua mereka masih diperselisihkan, seperti Sa'd ibnu
Mu'adz dan Sa'd ibnu Ubadah.
Muhmal ialah Hadits yang diriwayatkan dari dua orang perawi yang bersesuaian dalam nama hingga tidak dapat dibedakan. Apabila keduanya merupakan dua orang tsiqoh (terpercaya), maka tidak ada bahayanya, seperti nama Sufyan, apakah Sufyan Ats-Tsauri ataukah Sufyan Ibnu Uyaynah. Tetapi jika keduanya bukan orang-orang Tsiqoh, maka berbahaya.
Sabiq dan lahiq ialah suatu hadis yang di dalamnya tergabung suatu
riwayat yang dilakukan oleh dua orang perawi dari gurunya masing-masing. Tetapi salah seorang di antara keduanya telah wafat lebih dahulu jauh sebelum yang lainnya, sedangkan jarak di antara matinya orang yang pertama dengan matinya orang yang kedua cukup lama.
PENYEMPURNA
Ungkapan penyampaian Hadits yang terkuat ialah memakai kalimat
sami'tu (aku telah mendengar) dan Haddatsani (dia telah menceritakan sebuah Hadits kepadaku). Setelah itu memakai lafadh qara'tu 'alaihi (aku belajar darinya), kemudian memakai lafaz quri-a 'alaihi (diajarkan kepadanya), sedangkan aku mendengarkannya kemudian memakai lafadh anba-ani (dia telah memberitakan kepadaku), kemudian memakai lafadh nawalani
ijazatan (dia telah memberikan Hadits ini kepadaku secara ijazah), kemudian memakai lafadh kutiba ilayya (Dikirimkan kepadaku melalui tulisan atau surat), kemudian memakai lafadh wajadtu bikhaththihi (aku menemukan
pada tulisannya). Adapun Hadits mu'an'an, seperti anfulaanin (dari si Fulan), maka Hadits ini dikategorikan ke dalam Hadits yang diterima melalui mendengarkannya dari orang yang sezaman tetapi tidak mudallas.
Khotimah
Adil riwayat ialah seorang muslim yang akil balig, menjauhi dosa-dosa
besar dan memelihara diri dari dosa-dosa kecil pada sebagian besar waktunya, tetapi tidak disyaratkan laki-laki dan merdeka. Karena itu, riwayat yang dilakukan oleh wanita dan budak belian dapat diterima. Diterima pula riwayat yang dilakukan oleh ahli bid'ah jika ia adalah orang yang adil
lagi tidak menyerukan (orang lain) kepada bid'ahnya, dan bid'ahnya tidak sampai kepada tingkatan kekufuran (bid'ah munkarah).