Mengapa hukumnya tahlil ditanyakan? Bukankah tahlil itu
sighat masdar dari madli هلّل (hallala) yang artinya لاإله إلا الله (baca Laa Ilaaha Illalloh)
Bukan. Yang saya maksud adalah tahlil menurut istilah yang
berlaku di kampung-kampung itu.
Tahlil menurut istilah yang berlaku di kampung-kampung,
kota-kota bahkan seluruh penjuru adalah berisi bacaan Laa Ilaaha Illa
Allah,Subhaana Allah wa bi Hamdihi, Astaghfirullah al Adzim, sholawat,
ayat-ayat al Quran, fatihah, Muawwidzatain dan sebagainya apakah juga masih
ditanyakan hukumnya?
Tetapi apakah ada aturan berdzikir secara jamaah sebagaimana
dilakukan jamaah NU?
وَاصبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الذِيْنَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالغَدَاةِ
وَالعَشِيِّ يُرِيْدُونَ وَجْهَهُ وَلاَ تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang
menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridlaan NYA; dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka…
Di samping Ayat disebutkan diatas, diantara Ayat yang biasa
anda dan kyai NU pahami sebagai anjuran dzikir berjama'ah adalah:
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Rabb kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka." (QS. 3:191)
Ayat di atas, dianggap sebagai dalil yang membolehkandzikir
berjamaah karena menggunakan sighat (konteks) jama' (plural) yaitu yadzkuruna.
Menurut kyai NU jama'berarti banyak dan banyak artinya bersama-sama.
Pengambilan dalil semacam ini menurut saya adalah tidak benar, karena tidak
setiap kalimat yang disampaikan dalam bentuk jama' harus dipahami bahwa itu
dilakukan dengan bersama-sama.
Syaikh Dr. Muhammad bin Abdur Rahman al-Khumayyis, penulis
makalah "Adz-Dzikr al-Jama'i baina al-Ittiba' wal ibtida' (telah dibukukan
dengan judul yang sama), menjelaskan bahwa sighat (konteks) jama' dalam ayat di
atas adalah sebagai anjuran yang bersifat umum dan menyeluruh kepada semua umat
Islam untuk berdzikir kepada Allah subhanahu wata'ala tanpa kecuali, bukan
anjuran untuk melakukan dzikir berjama'ah.
Selain itu jika sighat (konteks) jama' dalam ayat tersebut
dipahami sebagai anjuran untuk melakukan dzikir secara berjama'ah atau
bersama-sama maka kita akan kebingungan dalam memahami kelanjutan ayat
tersebut. Disebutkan bahwa dzikir itu dilakukan dengan cara berdiri (qiyaman),
duduk (qu'udan) dan berbaring ('ala junubihim). Nah bagaimanakah praktek dzikir
bersama-sama dengan cara berdiri, duduk
dan berbaring itu? Apakah ada dzikir berjama'ah dengan cara seperti ini?
Permasalahan lainnya adalah bahwa ayat ini turun kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan para shahabat berada di samping beliau. Apakah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat memahami ayat tersebut sebagai
perintah untuk dzikirbersama-sama satu suara?
Kalau anda menyatakan bahwa lafadz jama' itu tidak selalu
bersama-sama, maka bisakah anda menunjukkan bahwa lafadz jama' itu tidak
mungkin dimaknakan bersama-sama? Bagaimanakah
dengan kisah para sahabat yang berdoa bersama Rasul saw dengan melantunkan
syair (Qasidah/Nasyidah) di saat menggali khandaq (parit) Rasul saw dan sahabat2
radliyallohu ‘anhum bersenandung bersama sama dengan ucapan:
"HAAMIIIM LAA YUNSHARUUN.." (lihat KitabSirah Ibn
Hisyam Bab Ghazwat Khandaq).
Perlu anda ketahui bahwa sirah Ibn Hisyamadalah buku sejarah
yg pertama ada dari seluruh buku sejarah, yaitu buku sejarah tertua. Karena ia
adalah Tabi'in. Sehingga akurasi sumber
datanya lebih valid. Begitu juga pada waktu para sahabat membangun saat
membangun Masjidirrasul saw: mereka bersemangat sambil bersenandung:
"Laa 'Iesy illa 'Iesyul akhirah, Allahummarham Al
Anshar wal Muhaajirah"
Setelah mendengar ini maka Rasul saw pun segera mengikuti
ucapan mereka seraya bersenandung dengan semangat:
"Laa 'Iesy illa 'Iesyul akhirah, Allahummarham Al
Anshar wal Muhajirah ..." (Sirah Ibn Hisyam Bab Hijraturrasul saw- bina'
masjidissyarif hal 116)
Ucapan ini pun merupakan doa Rasul saw demikian diriwayatkan
dalam shahihain. Mengenai makna berdiri (qiyaman), duduk (qu'udan) dan
berbaring ('ala junubihim). Tidakkah anda pernah shalat berjamaah? Bukankah
shalat juga melafalkan dzikir? Bukankah shalat itu bisa berdiri, duduk dan
tidur miring? Menafsiri ayat tersebut diatas Ibn Katsir mengutip hadits Nabi
riwayat Bukhari:
عن
عِمْران
بن
حُصَين،
رضي
الله
عنه،
أن
رسول
الله
صلى
الله
عليه
وسلم
قال:
"صَلِّ قائما، فإن
لم
تستطع
فقاعدا،
فإن
لَم
تستطع
فَعَلَى
جَنْبِكَ
أي:
لا
يقطعون
ذِكْره
في
جميع
أحوالهم
بسرائرهم
وضمائرهم
وألسنتهم
Jadi ayat tersebut di atas lebih dititikberatkan kepada
bagaimana tata cara orang shalat, namun secara umum dapat juga diartikan dzikir
secaralaf-dziy. Seseorang dapat berdzikir kepada Allah dengan segala tingkah
sesuai kemampuannya. Kalau anda memaknakan bahwa dzikir berjamaah dengan tidur
semua, duduk semua atau berdiri semua, manakah point yang menunjukkan itu?
Bagaimana kalau dimaknakan bila dzikir itu dibaca berjamaah, kita dapat
berdiri, duduk dan tiduran sesuai dengan kondisi kita? Berdiri karena tidak
lagi kebagian tempat, tiduran karena kondisi tubuhnya tidak memungkinkan.
Sahabat Rasul radhiyallahu'anhum mengadakan shalat tarawih
berjamaah, dan Rasul saw justru malah menghindarinya, mestinya andapun shalat
tarawih sendiri sendiri, kalau toh Rasul saw melakukannya lalu menghindarinya,
lalu mengapa Generasi Pertama yg terang benderang dg keluhuran ini justru
mengadakannya dengan berjamaah. Sebab mereka merasakan ada kelebihan dalam
berjamaah, yaitu syiar, mereka masih
butuh syiar dibesarkan, apalagi kita dimasa ini.
Kalau anda tidak mau memaknakan kalimat jama' dengan arti
bersama-sama, dari makna apa anda shalat tarawih berjamaah? Berdasar hadits dan
ayat al Quran yang mana?
Kita Ahlussunnah waljama'ah berdoa, berdzikir, dengan sirran
wa jahran, di dalam hati, dalam kesendirian, dan bersama sama. Sebagaimana
Hadist Qudsiy Allah swt berfirman:
إِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ
ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ هُمْ خَيْرٌ مِنْهُمْ
Bila ia (hambaKu) menyebut namaKu dalam dirinya, maka Aku
mengingatnya dalam diriku, bila mereka menyebut namaKu dalam kelompok besar,
maka Akupun menyebut (membanggakan) nama mereka dalam kelompok yg lebih
besar dan lebih mulia". (HR
Muslim).
Kita di majelis menjaharkan lafadh doa dan munajat untuk
menyaingi panggung-panggung maksiat yg setiap malam menggelegar dengan
dahsyatnya menghancurkan telinga, berpuluh ribu pemuda dan remaja MEMUJA
manusia manusia pendosa dan mengelu elukan nama mereka.. menangis menjilati
sepatu dan air seni mereka.., suara suara itu menggema pula di televisi di
rumah rumah muslimin, di mobil2, dan hampir di semua tempat,
Salahkah bila ada sekelompok pemuda mengelu-elukan nama
Allah Yang Maha Tunggal? Menggemakan nama Allah? Apakah Nama Allah sudah tak
boleh dikumandangkan lagi dimuka bumi? Mewakili banyak hadits tentang dzikir
berjamaah ini, perhatikan dan camkanlah hadits ini:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
لِلَّهِ مَلَائِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ فَإِذَا
وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إِلَى حَاجَتِكُمْ قَالَ
فَيَحُفُّونَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ
رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ مِنْهُمْ مَا يَقُولُ عِبَادِي قَالُوا يَقُولُونَ يُسَبِّحُونَكَ
وَيُكَبِّرُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيُمَجِّدُونَكَ قَالَ فَيَقُولُ هَلْ رَأَوْنِي
قَالَ فَيَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ مَا رَأَوْكَ قَالَ فَيَقُولُ وَكَيْفَ لَوْ رَأَوْنِي
قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْكَ كَانُوا أَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً وَأَشَدَّ لَكَ تَمْجِيدًا
وَتَحْمِيدًا وَأَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيحًا قَالَ يَقُولُ فَمَا يَسْأَلُونِي قَالَ يَسْأَلُونَكَ
الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ
مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ
أَنَّهُمْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَأَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَأَعْظَمَ
فِيهَا رَغْبَةً قَالَ فَمِمَّ يَتَعَوَّذُونَ قَالَ يَقُولُونَ مِنْ النَّارِ قَالَ
يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا
قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ
مِنْهَا فِرَارًا وَأَشَدَّ لَهَا مَخَافَةً قَالَ فَيَقُولُ فَأُشْهِدُكُمْ أَنِّي
قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ قَالَ يَقُولُ مَلَكٌ مِنْ الْمَلَائِكَةِ فِيهِمْ فُلَانٌ لَيْسَ
مِنْهُمْ إِنَّمَا جَاءَ لِحَاجَةٍ قَالَ هُمْ الْجُلَسَاءُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ رواه البخارى
Sabda Rasulullah saw: "Sungguh Allah memiliki malaikat
yg beredar dimuka bumi mengikuti dan menghadiri majelis majelis dzikir, bila
mereka menemukannya maka mereka berkumpul dan berdesakan hingga memenuhi antara
hadirin hingga langit dunia, bila majelis selesai maka para malaikat itu
berpencar dan kembali ke langit, dan Allah bertanya pada mereka dan Allah Maha
Tahu : "darimana kalian?" mereka menjawab : kami datang dari hamba
hamba Mu, mereka berdoa padamu, bertasbih padaMu, bertahlil padaMu, bertahmid
pada Mu, bertakbir pada Mu, dan meminta kepada Mu,
Maka Allah bertanya: "Apa yg mereka minta",
Malaikat berkata: mereka meminta sorga, Allah berkata: apakah mereka telah
melihat sorgaku? Malaikat menjawab: tidak, Allah berkata: "Bagaimana bila
mereka melihatnya". Malaikat berkata: mereka meminta perlindungan Mu,
Allah berkata: "mereka meminta perlindungan dari apa?" Malaikat
berkata: "dari Api neraka", Allah berkata: "apakah mereka telah
melihat nerakaku?" Malaikat menjawab tidak, Allah berkata: Bagaimana kalau
mereka melihat neraka Ku. Malaikat berkata: mereka beristighfar pada Mu, Allah
berkata: "sudah kuampuni mereka, sudah kuberi permintaan mereka, dan sudah
kulindungi mereka dari apa apa yg mereka minta perlindungan darinya, malaikat
berkata: "wahai Allah, diantara mereka ada si fulan hamba pendosa, ia
hanya lewat lalu ikut duduk bersama mereka, Allah berkata: baginya
pengampunanku, dan mereka (ahlu dzikir) adalah kaum yg tidak ada yg dihinakan
siapa saja yg duduk bersama mereka
Dan perlu kita ketahui bahwa sudah menjadi kebiasaan kaum muslimin diberbagai daerah,
khususnya kaum nahdliyin melakukan Tahlilan dengan cara membaca serangkaian Ayat-Ayat Al-Qur'an, Istighfar, Sholawat, Tasbih, Asmaul Husna dan diakhiri dengan Do'a.
Hal tersebut biasanya dilakukan mereka pada malam jum'at atau
hari2 kematian, dan bahkan berkembang menjadi acara rutinitas mingguan atau
bulanan dan lain sebagainya, sebab dinilai dari segi baca'an, termasuk salah
satu amalan berdzikir yg memang dianjurkan oleh SYARI'AH ISLAM.
Dalam realitas sosial, ditemukan adanya tradisi masyarakat
jawa, jika ada keluarga yg meninggal, mlm harinya byk sekali tamu
bersilaturohim, baik tetangga dekat maupun jauh. mereka semua ikut bela
sungkawa, sambil mendoakan orang yg meninggal dan keluarga yg ditinggalkan.
Hal tersebut berlaku bagi kaum nahdliyin, mereka mengadakan
do'a bersama melalui bacaan2 thoyyibah, seperti bacaan Yaasiin, Tahlil, Tahmid, Istighosah dan diakhiri dengan Do'a.
Sedang persoalan ada dan tidaknya makanan, bukan hal penting,
tapi intinya adalah bacaan tahlil dan do'a untuk menambah bekal bagi
mayit.
Dengan adanya deskripsi tentang prosesi selametan untuk orang yg meninggal
dunia adalah disunnahkan, begitu juga hukum bersodaqoh (dalam wujud
selamatannya) dan bersilaturohmi (dalam wujud berkumpul di rumah duka). Hal ini
berdasarkan Hadits Nabi saw. sbb:
1. Hadits riwayat Imam Muslim: yg terjemahnya:
"Dari Abi Dzar, ada beberapa sahabat berkata kepada Nabi saw. Ya Rosulullah
orang2 kaya itu mendapat suatu pahala (padahal) mereka sholat seperti kami,
mereka puasa seperti kami, mereka bershodaqoh dengan kelebihan hartanya, lalu Nabi
saw menjawab: bukankah Allah sudah menyediakan untuk kamu sekalian sesuatu yang
dapat kamu sedekahkan? seseungguhnya setiap bacaan satu Tasbih (yang kamu baca)
merupakan sedekah, dan setiap Takbir merupakan sedekah dan setiap bacaan Tahmid
juga merupakan sedekah dan setiap Tahlil merupakan sedekah (HR. Muslim)
2 Kitab Al-Hawiy li al-Fatawa,Jalaluddin Abdurrohan
al-Suyuthi juz 2 hal. 194
yg terjemahnya: Kesunatan memberi sedekah
makanan selama 7 hari merupakan perbuatan yg tetap saja berlaku sampai sekarang
(yaitu masa al-Suyuthi abad ke 9H) di Makkah dan Madinah. Yang jelas kebiasaan
tersebut tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat sampai sekarang dan
tradisi tersebut diambil dari ulama' salaf sejak generasi pertama, yaitu
sahabat.
3.Kitab al-Ruh fi al-Kalam 'ala arwah al-Amwat wa al-
Ahya'..., Ibnu Qoyyim al-Jauzi hal. 142, yg terjemahnya:
....Sebaik-baik amal perbuatan yang dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan
budak, bersedekah, Istighfar, Berdo'a dan Haji. Sedangkan membaca Al-Qur'an
secara ikhlas dan pahalanya ditujukan kepada mayit, juga akan sampai kepada
mayit tersebut, sebagaimana pahalanya Puasa dan Haji.
4. kitab I'anatut Tholibin juz II hal 143 disitu ada
Hadits Rosulullah:
dari Ahmad bin Hanbal Rosulullah bersabda: jika
kalian masuk makam, bacalah surat al-fatihah,al ikhlas,al-falaq,an-naas,dan
pahalanya kirimkan ke penghuni kubur maka akan sampai kpd mereka (HR. Ahmad Ibnu
Hambal)
5. Hadits Nabi saw : Jantungnya Al-Quran
adalah surat Yaasiin. Tidak seorang yang mencintai Allah dan negeri akhirat
membacanya kecuali dosa-dosanya diampuni. Bacakanlah (Yaasiin) atas orang-orang
mati di antara kalian." (ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
6. Kitab Nihayah al-Zain Fi Irsyaadi al-Mubtadi'in karya
Muhammad bin Umar bin Ali an-Nawawy,al-Banteny hal. 57
terjemahnya:
Dan shodaqoh untuk mayit dg cara syar'i itu diperlukan dan tidak
diabatasi dg 7 hari atau lebih atau lebih sedikit dan tidak dibatasi dg beberapa
hari dari hari2 kematiannya. Sebagaimana sayyid Ahmad Dahlan befatwa : "Telah
menjadi kebiasaan manusia shodaqoh untuk mayit pd hari ke 3 dari kematian,hari
ke 7,hari ke 20, hari ke 40, hari ke 100 dan setelah itu setiap tahun dari hari
kematiannya. Sebagaimana juga didukung oleh Syekh Sunbulawainy.
Semoga beberapa alasan dari hadits dan kitab ulama' salaf yg dipaparkan bisa menjadi pedoman tahlilan (selametan kematian). Dan paparan ini diakhiri dengan do'a semoga kita semua selalu dalam Ridlo dan Hidayah Allah, dan
semoga semua termasuk golongan yg khusnul khotimah..Aamiin