Nabi Muhammad saw dalam salah satu haditsnya bersabda bahwa umat Islam nantinya terpecah dalam berbagai kelompok yang berbeda pendapat sebanyak 73 golongan. Dari seluruh golongan tersebut, yang selamat, tidak di neraka, hanya satu yaitu yang disebut denganAhlus Sunnah wal Jamaah,
Ketika ditanya tentang artinya, beliau menjawab singkat:
مَا اَنَا عَلَيْهِ اْليَوْمَ وَاَصْحَابِيْ
Segala yang aku berada di atasnya sekarang bersama para sahabatku, atau segala yang aku lakukan bersama sahabat-sahabatku
Dari hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa:
istilah ahlus sunnah wal jama'ah sudah pernah dipergunakan oleh Nabi saw sendiri.
secara garis besar sudah diterangkan pula artinya.
Berdasarkan hadits tersebut dapat diuraikan pengertian sebagai berikut:
Kata ahlun, ahlu atau ahli, berarti kaum atau golongan.
Kata assunnah artinya tingkah laku, kebiasaan, ucapan, perbuatan atau sikap Nabi saw. Sama persis dengan arti hadits, bahkan ada pendapat bahwa assunnah lebih mendalam dari pada hadits, yaitu sikap yang berulang-ulang menjadi kebiasaan atau karakteristik.
Kata wa atau wal adalah kata sambung, berarti dan kata al-jama'ah, semula berarti kelompok. Dalam hal ini pengertiannya sudah mengkhusus menjadi kelompok sahabat Nabi. Istilah sahabat Nabi artinya sudah mengkhusus pula, yaitu mereka yang beriman kepada Nabi dan hidup sezaman atau pernah berjumpa dengan beliau.
Analisis
Arti kata demi kata tersebut dapat dianalisis sebagai berikut:
Kata ahlu sudah jelas.
Kata assunnah dalam arti sempit hanya mencakup hadits, belum mencakup al-Quran, sumber pertama dari ajaran Islam. Tetapi kalau diingat bahwa Nabi Muhammad saw sebagai utusan Allah tidak pernah seujung rambut pun berbeda sikap dengan firman Allah (al-Quran), maka dapat dipastikan bahwa mengikuti assunnah pasti mengikuti al-Quran. Bahkan al-Quran itu dapat sampai kepada kita melalui beliau. Jadi ahlussunnah pasti ahlul Quran, tidak bisa lain.
Kata wa menunjukkan bahwa kedua hal yang disebut sebelum dan sesudahnya adalah sama, meskipun tidak sederajat.
Kata aljama'ah berarti para sahabat, terutama sahabat terkemuka. Mereka adalah orang-orang paling dekat dan selalu bersama Nabi. Mereka bukan saja membaca atau mendengar sesuatu hadits, tetapi juga menghayati sesuatu yang tersurat pada hadits karena para sahabat, terutama sahabat terkemuka mengetahui sebab musabab sesuatu hadits yang timbul, situasi pada saat timbul sesuatu hadits, dan hubungan sesuatu hadits dengan hadits yang lain, dengan ayat al-Quran, dengan kebiasaan atau tingkah laku Nabi sehari-hari dan sebagainya.
Kalau kita membaca sebuah hadits diibaratkan melihat sebuah potret, maka mereka lebih mengetahui obyek yang dipotret dan mengenal daerah sekitarnya, mengenal orang-orang yang ada pada potret itu. Mereka lebih menghayati hadits atau sunnah.
Faktor penghayatan mereka sangat penting sekali nilainya sebagai bahan pertimbangan utama untuk menyimpulkan sesuatu pendapat mengenai arti sesuatu hadits. Memang penghayatan atau pendapat para sahabat terkemuka tidak termasuk sumber hukum agama Islam sebagaimana al-Quran dan al-Hadits yang sahih. Tetapi mengabaikan atau meremehkan pendapat/penghayatan para sahabat terkemuka adalah suatu sikap yang kurang bijaksana. Apalagi kalau pengabaian atau peremehan hanya berdasar atas pendapat pihak yang meyakinkan penghayatan dan ketajaman analisisnya.
Bukan suatu hal yang mustahil ada sesuatu sikap atau tingkah laku Nabi yang dilihat dan dihayati oleh para sahabat terkemuka tetapi beritanya tidak sampai kepada kita. Mungkin tidak terbaca oleh kita, atau mungkin tidak tercatat oleh para pencatat hadits. Itulah antara lain sebabnya, masalah tarawih 20 rakaat, berdasar pendapat atau penghayatan sahabat Umar bin Khattab dan tidak ditentang oleh para sahabat lainnya diterima sebagai sesuatu yang benar. Demikian pula adzan dua kali untuk salat Jumat berdasar pendapat sahabat Utsman bin Affan. Sudah tentu nash sharih selalu didahulukan dari pendapat siapa pun.
Penilaian yang tinggi terhadap penghayatan para sahabat terbukti dengan bunyi hadits di atas, yang oleh Nabi sendiri dirangkaikan antara assunnah dengan al-jamaah. Nabi pernah bersabda yang maksudnya bahwa para sahabatnya adalah ibarat bintang-bintang, yang dengan siapa saja kalau kamu sekalian mau ikut, maka kamu sekalian akan mendapat petunjuk. Meskipun demikian, tetaplah al-Hadits merupakan sumber kedua dari agama Islam setelah al-Quran, sedangkan penghayatan para sahabat terkemuka adalah petunjuk utama untuk mencapai garis kebenaran yang ada pada al-Quran dan al-Hadits.
Dengan pengertian inilah kata assunnah dengan al-jama'ah dirangkaikan. Assunnah diartikan sebagaimana diuraikan di atas, dan al-jama'ah diartikan penghayatan dan amalan para sahabat terkemuka sebagai petunjuk pembantu untuk mencapai ketepatan memahami dan mengamalkan assunnah. Oleh karena itu disimpulkan pengertian:
assunnah wal jamaah: persis sama dengan
مَا اََنَا عَلَيْهِ اْليَوْمَ وَاَصْحَابِيْ
yaitu
ajaran yang dibawa, dikembangkan, dan diamalkan oleh Nabi Muhammad saw, dan
dihayati, diikuti, dan diamalkan pula oleh para sahabat.
Ahlussunnah wal jamaah ialah golongan yang berusaha selalu berada pada garis kebenaran assunnah wal jama'ah.
Secara popular dan mudah, tetapi berbau reklame dan agitasi dapat dirumuskan bahwa ahlussunnah wal jamaah adalah golongan yang paling setia kepada Nabi Muhammad saw.
proses perkembangan
Sinyalemen Nabi tentang golongan dan perbedaan yang timbul ternyata benar.
Maklum, bahwa hal yang disabdakan oleh beliau selalu berdasar wahyu Allah.
Setelah beliau wafat mulai timbul orang-orang yang kemudian menjadi kelompok dan
golongan, yang berangsur-angsur membedakan diri, memisahkan diri, dan mulai
menyimpang dari garis lurus
assunnah
wal jamaah.
Faktor utama yang menyebabkan pembedaan, pemisahan, dan penyimpangan ialah
sikap
tatharruf atau ekstrimisme, berlebih-lebihan di dalam
memegang pendirian atau melakukan sesuatu perbuatan. Sebagaimana adat dunia,
tiap ada yang berlebihan ke kanan, biasanya timbul pihak yang berlebihan ke
kiri.
Hal yang menonjol dalam sejarah ialah kebangkitan golongan
Syiah yang berlebihan mencintai famili Nabi,
sehingga menyalahkan sahabat Abu Bakar ra dan lain-lain. Sikap berlebihan ini
makin lama makin hebat dan menimbulkan tandingan yang berlebihan pula, tetapi
berlawanan arah.
Kemudian muncul golongan
Khawarij yang terlalu kaku, radikal. Semula mereka
tergolong Syiah, tetapi ketika ada usaha kompromi antara Syiah dan anti Syiah,
maka golongan ini melepaskan diri dan menamakan diri Khawarij. Kalau golongan
Syiah dapat disebut terlalu emosional sentimental atau terlalu mengikuti
perasaan, maka golongan Khawarij dapat disebut terlalu radikal anarkis yang
memusuhi semua pihak, tidak mau diatur.
Pada zaman berikutnya muncul lagi golongan
Mu'tazilah yang terlalu memuja akal, sehingga kalau ada
dalil nash yaitu al-Quran dan al-Hadits yang tidak atau kurang sesuai dengan
selera pikiran, maka dipaksakan penafsiran menurut selera mereka yang terlalu
rasionalistis.
Semula perbedaan atau penyimpangan kecil, makin lama membesar dan makin parah.
Tiap penyimpangan disusul dengan penyimpangan, bercabang-cabang menjadi
semrawut.
Hal-hal
lain yang menambah keparahan perbedaan atau penyimpangan, bahkan penyelewengan
dan bentrokan adalah:
Kepentingan famili, politik, dan kekuasaan,
Kepentingan politik telah menimbulkan golongan pro dan kontra Utsman bin Affan
dan Ali bin Abu Thalib, berkelanjutan dengan golongan Umawiyah dan Abbasiyah.
Infiltrasi kaum munafik yang berpura-pura Islam. Infiltrasi kaum munafik secara
halus telah banyak menimbulkan pertentangan antara lain pernah ada 'anti
Aisyah'.
Sisa-sisa kepercayaan lama dan israiliyat yang sedikit banyak masih ada pada pemeluk
Islam baru dari berbagai unsur seperti Majusi, Yahudi, Nasrani, dan lain-lain
terselundup di kalangan kaum muslimin baik disengaja maupun tidak.
Dongeng-dongeng yang tidak ada dasarnya dalam Islam adakalanya dianggap seperti
dari Islam.
Pengaruh filsafat barat, Yunani. Filsafat Yunani yang diungsikan dari barat
karena dimusuhi oleh kaum Masehi banyak diterima, diterjemahkan, dan
dikembangkan oleh sarjana-sarjana Islam. Disamping kemajuan berpikir yang
positif, hal ini berakibat sampingan timbul sikap terlalu akal-akalan sehingga
akidah Islam yang mudah dan logis menjadi rumit dan sulit.
Disamping
penyimpangan dan penyelewengan yang semrawut, masih cukup kuat dan besar kaum
muslim yang tetap berada pada jalan lurus dengan tokoh para ulama shalihin mukhlishin, ahli agama yang
beramal saleh dan yang ikhlas. Mereka juga disebut ulama salaf yang berusaha,
berjuang, dan bekerja keras memelihara, mempertahankan, menyiarkan, dan
mengembangkan assunnah wal jamaah serta membentengi umat Islam dari
unsur-unsur penyelewengan.